Jumat, 22 Juni 2012

Hujan Asam; Penyebab dan Proses Pembentukannya

Hujan asam merupakan salah satu dampak dari pencemaran udara yang mempengaruhi kegiatan ekonomi, social dan politik (Nam et.al, 2001). Kejadian hujan asam yang sering terjadi beberapa decade ini menjadi isu yang cukup penting untuk dibahas. Pemahaman akan femonena hujan asam diharapkan mampu menggugah perhatian masyarakat tentang upaya-upaya untuk menghadapinya serta mengetahui cara-cara untuk menanggulanginya.
Hubungan antara emisi kimia ke atmosfer dengan dampak yang ditimbulkan akibat hujan asam sangat kompleks baik dari segi lingkungan ekosistem, kesehatan manusia maupun pada benda-benda (Landsberg, 1995).
1. Pengertian
Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang harus benar-benar difikirkan oleh umat manusia. Hujan asam merupakan istilah umum untuk menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi. Sebenarnya turunnya asam dari atmosfir ke bumi bukan hanya dalam kondisi “basah” Tetapi juga “kering”. Sehingga dikenal pula dengan istilah deposisi ( penurunan / pengendapan ) basah dan deposisi kering (Laras, 2006). Bhatfi et.al (1992) mengemukakan bahwa hujan asam dapat terjadi ketika ada reaksi antara air, oksigen dan zat-zat asam lainnya di atmosfer. Sinar matahari akan mempercepat terjadinya reaksi antar zat-zat tersebut.
Deposisi basah mengacu pada hujan asam , kabut dan salju. Ketika hujan asam ini  mengenai tanah, ia dapat berdampak buruk bagi tumbuhan dan hewan , tergantung dari konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah , buffering capacity ( kemampuan air atau tanah  untuk menahan perubahan pH ), dan jenis tumbuhan/hewan yang terkena. Deposisi kering mengacu pada gas dan partikel yang mengandung asam. Sekitar 50% keasaman di atmosfir jatuh kembali ke bumi melalui deposisi kering. Kemudian angin membawa gas dan partikel asam tersebut mengenai bangunan, mobil, rumah dan pohon (Laras, 2006).
Ketika hujan turun ,partikel asam yang menempel di bangunan atau pohon tersebut akan terbilas, menghasilkan air permukaan (runoff) yang asam. Angin dapat membawa material asam pada deposisi kering dan basah melintasi batas kota dan Negara sampai ratusan kilometer. Untuk mengukur keasaman hujan asam  igunakan pH meter. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH dibawah 5,0 ( Air murni mempunyai pH 7 ). Makin rendah pH air hujan tersebut , makin berat dampaknya bagi mahluk hidup.

2. Sumber
Lehr et. Al ( 2005) membagi 3 jenis polutan utama yang menyebabkan terjadinya hujan asam yaitu sulfur dioksida(SO2), nitrogen oksida (NOx)  dan volatile organic compounds (VOCs) atau zat-zat organic yang mudah menguap. Sumber dari kandungan sulfur alami diudara sebagian besar sekitar 25 sampai 30% berasal dari letusan gunungapi seperti di El Chichon tahun 1982 atau Gunung Pinatubo pada tahun 1991.  Hidrokarbon juga dapat menyebabkan hujan asam, asam karboksilik, HCOO, dan asam metilkarboksilik, CH3CO, merupakan hasil dari oksidasi emisi biota laut maupun darat. Selain secara alami gas sulfur juga berasal dari pembakaran batubara (Tjasyono, 2004, Lehr et. Al, 2005,) dan berasal dari emisi industri. Pada tahun 1983  United Nations Environment Programme memperkirakan besarnya sulfur yang dilepaskan antara 80-288  juta ton tiap tahunnya dan sekitar 69 juta ton diantaranya berasal dari aktivitas manusia. (http://www.ace.mmu.ac.uk, 2010).
Nitrogen oksida (NOr = NO + NO2) selain berasal dari letusan gunungapi, sumber dari zat ini adalah dari emisi tanah, kilat, pertukaran gas stratosfer-troposfer, dan pembakaran biomassa. NO  merupakan hasil pembakaran bahan bakar hidrokarbon, baik bahan bakar fosil maupun dari biomassa. besarnya oksida nitrogen yang dilepaskan antara 20-90  juta ton tiap tahunnya dari alam dan sekitar 24 juta ton diantaranya berasal dari aktivitas manusia (http://www.ace.mmu.ac.uk), 2010). Amoniak dihasilkan dari emisi pupuk. Sumber-sumber pencemar ini berasar dari pembuangan asap mesin (kendaraan bermotor dan stasiun pembangkit energy) dan pembakaran biomassa (Tjasyono, 2004). Produksi N2O (termasuk CO2, HNO3, dan CH4) dapat menyebabkan dampak lain yaitu efek rumah kaca dimana N2O memiliki masa tinggal lebih dari 150 tahun di atmosfer sebelum terurai (Crutzen, 1987 dalam Lehr et. Al ( 2005).

Pembentukan
Fenomena Hujan Asam (http://en.wikipedia.org/)

Hujan asam terdiri dari berbagai macam ion baik anion maupun kation. Kondisi keseimbangan ionnya adalah
[H] + [Nat] + [Na4] + 2[Ca2] = 2[SO421 + 2[S032] + [NOfl + [C1] + [OH] + [HCO3] + 2[CO32]
Hal utama yang mempengaruhi pH hujan adalah karbon dioksida (CO2) dalam bentuk asam karboksilik dalam air. Reaksi karbon dioksida adalah sebagai berikut
CO2 gas + H20 –> H2CO3 (2)
H2CO3 –>HCO3 + H (3)
HCO3 –>CO3 + H
Emisi SO2, NO, dan NH3 merupakan transformasi dari bentuk gas kemudian larut dalam air hujan dimana terjadi reaksi kimia antara gas dan air. Sulfur dioksida ditransformasikan sebagai berikut:
SO2+OH –> HOSO2
Dalam bentuk cair, reaksi lain dapat terjadi. Contohnya:
SO2 + H2O SO2 x H2O (14)
SO2 x H2O–> HSO3 + H (15)
HSO3 –> S032 + H
Nitirit oksida (NO) sangat cepat beroksidasi menjadi NO2, khususnya ketika bereaksi dengan ozon:
NO +O3–>NO2 +O2
Dari situ terlihat bahwa NO mengalami trasnformasi menjadi asam nitrit ketika bereaksi dengan hidroksida
NO2+OH–>HNO3

3. Cara Pengukuran
Hujan asam diukur menggunakan skala pH, air murni memiliki pH sekitar 7 sedangkan hujan yang normal bersifat agak asam karena adanya kandungan karbon dioksida yang terlarut didalamnya sehingga pH-nya sekitar 5,5. Pengukuran hujan asam dapat menggunakan botol, kemudian air hujan ditampung dalam botol tersebut. Dengan menggunakan indicator pH maka tingkat kebasaan maupun keasaman hujan dapat diketahui. Jika ingin mengetahui pengaruh hujan asam pada batuan sesuatu yang dapat dilakukan adalah menampung air hujan pada botol dengan corong terbalik, kemudian air yang tertampung diteteskan pada batuan yang diuji. Pengujian dapat dilakukaan pada batuan beku dan batuan sedimen. Sebagai contoh batuan beku yang diambil untuk sampel adalah batu andesit sedangkan batu sedimen berupa batu gamping. Sifat batu granit yang sudah asam maka ketika terkena tetes air hujan yang asam, batu tersebut tidak ikut terlarut. Sebaliknya, pada batu gamping yang memiliki sifat basa, maka batu gamping akan terlarut dan air yang melarutkan batu tersebut menjadi keruh

TIPE – TIPE PANTAI

Secara sederhana, pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan material penyusunnya, yaitu menjadi:
  1. Pantai Batu (rocky shore), yaitu pantai yang tersusun oleh batuan induk yang keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras.
  2. Beach, yaitu pantai yang tersusun oleh material lepas. Pantai tipe ini dapat dibedakan menjadi:
    1. Sandy beach (pantai pasir), yaitu bila pantai tersusun oleh endapan pasir.
    2. Gravely beach (pantai gravel, pantai berbatu), yaitu bila pantai tersusun oleh gravel atau batuan lepas. Seperti pantai kerakal.
  3. Pantai bervegetasi, yaitu pantai yang ditumbuhi oleh vegetasi pantai.  Di daerah tropis, vegetasi pantai yang dijumpai tumbuh di sepanjang garis pantai adalah mangrove, sehingga dapat disebut Pantai Mangrove.
Bila tipe-tipe pantai di atas kita lihat dari sudut pandang proses yang bekerja membentuknya, maka pantai dapat dibedakan menjadi:
  1. Pantai hasil proses erosi, yaitu pantai yang terbentuk terutama melalui proses erosi yang bekerja di pantai. Termasuk dalam kategori ini adalah pantai batu (rocky shore).
  2. Pantai hasil proses sedimentasi, yaitu pantai yang terbentuk terutama kerena prose sedimentasi yang bekerja di pantai. Termasuk kategori ini adalah beach. Baik sandy beach maupun gravely beach.
  3. Pantai hasil aktifitas organisme, yaitu pantai yang terbentuk karena aktifitas organisme tumbuhan yang tumbuh di pantai. Termasuk kategori ini adalah pantai mangrove.
Kemudian, bila dilihat dari sudut morfologinya, pantai dapat dibedakan menjadi:
  1. Pantai bertebing (cliffed coast), yaitu pantai yang memiliki tebing vertikal. Keberadaan tebing ini menunjukkan bahwa pantai dalam kondisi erosional. Tebing yang terbentuk dapat berupa tebing pada batuan induk, maupun endapan pasir.
  2. Pantai berlereng (non-cliffed coast), yaitu pantai dengan lereng pantai. Pantai berlereng ini biasanya merupakan pantai pasir.
Sedimen pantai adalah material sedimen yang diendapkan di pantai. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen pantai dapat berkisar dari sedimen berukuran butir lempung sampai gravel. Kemudian, berdasarkan pada tipe sedimennya, pantai dapat diklasifikasikan menjadi:
  1. Pantai gravel, bila pantai tersusun oleh endapan sedimen berukuran gravel (diameter butir > 2 mm).
  2. Pantai pasir, bila pantai tersusun oleh endapan sedimen berukuran pasir (0,5 – 2 mm).
  3. Pantai lumpur, bila pantai tersusun oleh endapan lumpur (material berukuran lempung sampai lanau, diameter < 0,5 mm).
Klasifikasi tipe-tipe pantai berdasarkan pada sedimen penyusunnya itu juga mencerminkan tingkat energi (gelombang dan atau arus) yang ada di lingkungan pantai tersebut. Pantai gravel mencerminkan pantai dengan energi tinggi, sedang pantai lumpur mencerminkan lingkungan berenergi rendah atau sangat rendah. Pantai pasir menggambarkan kondisi energi menengah. Di Pulau Jawa, pantai berenergi tinggi umumnya diojumpai di kawasan pantai selatan yang menghadap ke Samudera Hindia, sedang pantai bernergi rendah umumnya di kawasan pantai utara yang menghadap ke Laut Jawa.
Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Beach (daerah pantai)
Yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang turun.
2. Shore line (garis pantai)
Jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan merupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang tidak bisa dicapai.
3. Coast (pantai)
Daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh air laut.

B. KLASIFIKASI PANTAI
Antara pantai yang satu dengan garis pantai yang lainnya mempunyai perbedaan. Perbedaan dari masing-masing jenis pantai tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan gelombang dan arus laut.
Menurut Johnson, pantai dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
  1. Pantai yang Tenggelam (Shoreline of submergence)
Shoreline of submergence merupakan jenis pantai yang terjadi apabila permukaan air mencapai atau menggenangi permukaan daratan yang mengalami penenggelaman. Disebut pantai tenggelam karena permukaan air berada jauh di bawah permukaan air yang sekarang. Untuk mengetahui apakah laut mengalami penenggelaman atau tidak dapat dilihat dari keadaan pantainya. Naik turunnya permukaan air laut selama periode glasial pada jaman pleistosin menyebabkan maju mundurnya permukaan air laut yang sangat besar. Selain itu, penenggelaman pantai juga bisa terjadi akibat penenggelaman daratan. Hal ini terjadi karena permukaan bumi pada daerah tertentu dapat mengalami pengangkatan atau penurunan yang juga dapat mempengaruhi keadaan permukaan air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di daerah pantai dan pesisir.
Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang tenggelam dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pantai yang berbeda sebagai akibat dari pengaruh gelombang dan arus laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:
a. Lembah sungai yang tenggelam
Pada umumnya lembah sungai yang tenggelam ini disebut estuarium, sedangkan pantainya disebut pantai ria. Lembah sungai ini dapat mengalami penenggelaman yang disebabkan oleh pola aliran sungai serta komposisi dan struktur batuannya.
b. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam
Fjords merupakan pantai curam yang berbentuk segitiga atau berbentuk corong. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam ini terjadi akibat pengikisan es. Ciri khas dari bagian pantai yang tenggelam ini yaitu panjang, sempit, tebingnya terjal dan bertingkat-tingkat, lautnya dalam, dan kadang-kadang memiliki sisi yang landai. Pantai fjords ini terbentuk apabila daratan mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Bentang lahan ini banyak terdapat di pantai laut di daerah lintang tinggi, dimana daerahnya mengalami pembekuan di musim dingin. Misalnya di Chili, Norwegia, Tanah Hijau, Alaska, dan sebagainya.
c. Bentuk pengendapan sungai
Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) Delta, yaitu endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga dan cembung ke arah laut; (2) Dataran banjir, yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri sungai yang terjadi setelah sungai mengalami banjir; (3) Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti segitiga, biasanya terdapat di daerah pedalaman, dan ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan delta, serta sungainya tidak bercabang-cabang.
1. Bentuk pengendapan glasial
Bentuk pengendapan ini disebabkan oleh proses pencairan es.
2. Bentuk permukaan hasil diastrofisme
Bentuk kenampakan ini dapat diilustrasikan sebagai fault scraps (bidang patahan), fault line scraps (bidang patahan yang sudah tidak asli), graben (terban), dan hocgbacks. Setelah mengalami penenggelaman, fault scraps, fault line scraps, dan dinding graben akan langsung menjadi pantai.
3. Bentuk permukaan hasil kegiatan gunung api
Jenis pantai yang disebabkan oleh kegiatan gunung api ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) Merupakan hasil kegiatan kerucut vulkanis (mound), yang menyebabkan terbentuknya pantai yang cembung ke luar; (2) Merupakan hasil kegiatan aliran lava (lava flow), yang menyebabkan terbentuknya pantai yang cekung ke luar

2.Pantai yang Terangkat (Shoreline of emergence)
Pantai ini terjadi akibat adanya pengangkatan daratan atau adanya penurunan permukaan air laut. Pengangkatan pantai ini dapat diketahui dari gejala-gejala yang terdapat di lapangan dengan sifat yang khas, yaitu:
1. Terdapatnya bagian atau lubang dataran gelombang yang terangkat
Di daerah ini banyak dijumpai teras-teras pantai (stacks), lengkungan tapak (arches), pantai terjal (cliffs), serta gua-gua pantai (caves).
2. Terdapatnya teras-teras gelombang
Teras gelombang ini terbentuk pada saat permukaan air mencapai tempat-tempat di mana teras tersebut berada. Teras-teras ini merupakan batas permukaan air.
3. Terdapatnya gisik (beaches)
Gisik yaitu tepian laut yang terdapat di atas permukaan air laut yang terjadi karena adanya pengangkatan dasar laut.
4. Terdapatnya laut terbuka
Laut terbuka ini terjadi karena adanya dasar laut yang terangkat.
5. Garis pantai yang lurus (straight shoreline)
Erosi gelombang dan pengendapannya pada laut dangkal cenderung menurunkan bentang lahan dan menyebabkan dasar laut dasar laut yang dangkal menjadi datar. Apabila dasar laut yang dangkal tersebut sekarang mengalami pengangkatan, maka garis pantai yang terbentuk akan kelihatan lurus.
3. Pantai yang Netral (Neutral shoreline)
Jenis pantai ini terjadi di luar proses penenggelaman dan pengangkatan, misalnya pantai yang terjadi pada delta, plain hanyutan, terumbu karang, gunung api, gumuk-gumuk pasir, dan jenis pantai yang merupakan hasil dari sesar (patahan).
  1. Pantai Majemuk (Compound shorelines)
Jenis pantai ini terjadi sebagai gabungan dua atau lebih proses di atas. Berarti dalam suatu daerah bisa terjadi proses penenggelaman, pengangkatan, pengendapan, dan sebagainya

Konsepsi Kebutuhan Air : Batasan Dan Cara Perhitungannya

A.    PENDAHULUAN

Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup baik untuk memenui kebutuhannya maupun menopang hidupnya secara alami. Kegunaan air yang bersifat universal atau menyeluruh dari setiap aspek kehidupan menjadi semakin berharganya air baik jika dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Air dibumi sekitar 95,1% adalah air asin sedangkan 4,9% berupa airtawar, hal ini tentu saja menjadi perhatian yang sangat penting mengingat keberadaan air yang bisa dimanfaatkan terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas sehingga perlu suatu pengelolaan yang baik agar air dapat dimanfaatkan secara lestari.
Pemanfaatan air tentu akan sangat berkaitan dengan ketersediaan dan jenis pemanfaatan seperti pemanfaatan air untuk irigasi, perikanan, peternakan, industry dan lainnya. Adanya berbagai kepentingan dalam pemanfaatan air dapat menimbulkan terjadinya konflik baik dalam penggunaan airnya maupun cara memperolehnya.  Seiring dengan bertambahnya penduduk maka persaingan untuk mendapatlkan air untuk berbagai macam kepentingan pun terus meningkat.
Konsep mengenai ketersediaan dan kebutuhan air perlu dipahami dengan baik agar pola penggunaan air atau manajemen dapat baik pula sehingga hal-hal negative seperti krisis air, banjir, kekeringan maupun dampak-dampak lainnya setidaknya dapat direduksi. Banyaknya kasus-kasus degradasi sumberdaya air seperti intrusi air laut oleh pengambilan yang berlebihan melebihi batas aman, pencemaran airtanah maupun air permukaan disebabkan oleh pemanfaatan air yang tidak berwawasan lingkungan yang cenderung mengedapankan kebutuhan saja tanpa mempertimbangkan ketersediaannya. Untuk itu, evaluasi sumberdaya air sangat penting dilakukan agar semua potensi air yang ada dapat diinventarisasi dan dihitung ketersediaannya dan juga menghitung kebutuhan air sehingga dapat diupayakan sebuah rencana yang ideal agar kebutuhan manusia terpenuhi dan ketersesiaan air tetap terjaga

  KONSEPSI
a.    Kebutuhan air domestik
Air akan sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan aktivitas manusia  (Jasrotia dkk, 2009). Kebutuhan air domestik dihitung  berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto,2008). Standar kebutuhan air domestik adalah dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002.

Tabel 1 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.


Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.


Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU dalam Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006.


dimana :
Q (DMI)     = kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m³/tahun)
q(u)             = konsumsi air pada daerah perkotaan (liter/kapita/hari)
q(r)              = konsumsi air daerah pedesaan (liter/kapita/hari)
P(u)             = jumlah penduduk kota
P(r)              = jumlah penduduk pedesaan

Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Berdasarkan SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan 120L/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota (SNI, 2002).
Kebutuhan air penduduk pedesaan = penduduk x 365 x 60 L = ………. L/Tahun.
Kebutuhan air penduduk perkotaan = penduduk x 365 x 120 L = ………. L/Tahun.

b.    Kebutuhan air irigasi
Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui saluran-saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan air dan kepentingan pertanian (Suhardjono, 1994 dalam Gunawan, 2008). Air sangat dibuthkan untuk produksi pangan, seandainya pasokan air tidak berjalan baik maka hasl pertannian pn akan terpengaruh (Sutawan, 2001). Air irigasi dapat berasal dari air hujan maupun air permukaan atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian saja melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti perikanan atau peternakan. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebutuhan untuk penyiapan lahan (IR), kebutuhan air konsumtif untuk tanaman (Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW), curah hujan efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE), dan luas lahan irigasi (A) (SNI,2002). Untuk menghitung kebutuhan.


keterangan :
IG       = kebutuhan air irigasi (m3),
Etc     = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
IR       = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),
RW     = kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari),
P          = perkolasi (mm/hari),
ER      = hujan efektif (mm/hari),
EI        = efisiensi irigasi (-),
A         = luas areal irigasi (m2).

Kebutuhan air konsumtif
Kebutuhan air konsumsi memiliki makna bahwa setiap tanaman akan memiliki kebutuhan tertentu terhadap air sehingga antara tanaman satu dengan lainnya akan memiliki kebutuhan yang berbeda dalam menggunakan air. Dengan menggunakan standar yang sudah ada maka besarnya kebutuhan air konsumtif dapat dihitung menggunakan rumus berikut.

dengan:
Etc     = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
Eto     = evapotranspirasi (mm/hari),
kc       = koefisien tanaman.
Evapotranspirasi dapat dihitung menggunakan metode Penman sedangkan koefisien tanaman dapat melihat panduan dari FAO yang ada dalam standar irigasi.

Tabel 2 Koefisien Tanaman, kc

Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditentukan oleh kebutuhan maksimum irigasi. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah (1) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan, dan (2) jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Perhitungan kebutuhan air yang digunakan didasarkan dari penelitian van de Goor dan Zijlstra (1968) (dalam Direktorat Pengairan Irigasi, 2006).

keterangan :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),
M = kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan,= Eo + P, Eo = 1,1 x Eto; P = Perkolasi (mm/hari),
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari) dan k = M x (T/S),
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S = 250 mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah transplantasi, yaitu sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.

c.    Kebutuhan air untuk perikanan
Aspek perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air karena tentu untuk menggenagi kolam budidaya ikan diperlukan air dalam volume besar agar tercipta tempat hidup yang cocok untuk perkembangan ikan. Kebutuhan ini dimaksudkan pada saat awal tanam dan pergantian air (Heru, 1986). Setiap jenis budidaya ikan akan berbeda pola penggunaan airnya, misalnya untuk ikan lele dumbo memerlukan 1x dalam sebulan sedangkan ikan gurame perlu 1 minggu sekali (SNI, 2002). Menurut Sri Najiyanti (1992) (dalam SNI, 2002) menjelaskan bahwa air yang diganti adalah kurang lebih sepertiga tinggi genangan kolam atau  7 mm/hari/ha.


keterangan :
Q(FP)      = Kebutuhan air untuk perikanan (m3/hari),
q(f)     = Kebutuhan air untuk pembilasan (mm/hari/ha),
A(FP)     = Luas kolam ikan (ha).

d.    Kebutuhan air untuk peternakan
Bidang peternakan juga membutuhkan air untuk minum ternak,. Cara yang mudah untuk menghitung kebutuhan air ternak adalah menghitung jumlah ternak dan mengalikan dengan kebutuhan airnya (Yulistyanto dan Kironoto,2008). Jenis ternak yang berbeda memiliki kebutuhan air yang berbeda pula. Standar yang digunakan untuk menghitung kebutuhan setiap ternak adalah dari SNI 2002 yang didasarkan pada hasil penelitian tentang sumberdaya air nasional tahun 1992. Besar kecilnya peternakan akan berpengaruh juga terhadap kebutuhan airnya seperti peternakan skala besar dengan jumlah ternak yang banyak dan jenisnya sapi, maka konsumsi air akan lebih besar dibandingkan dengan  jumlah ternak babi.yang sama, Jenis ternak juga memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan air


dimana :
Q(L)     : Kebutuhan air untuk ternak (m³/tahun)
q(c/b)     : Kebutuhan air untuk sapi/kerbau (liter/ekor/hari)
q(s/g)    : Kebutuhan air untuk Domba/Kambing (liter/ekor/hari)
q(pi)    : Kebutuhan air untuk babi (liter/ekor/hari)
q(po)     : Kebutuhan air untuk unggas (liter/ekor/hari)
P(c/b)     : Jumlah sapi/kerbau
P(s/g)     : Jumlah domba/kambing
P(pi)     : Jumlah babi
P(po)     : Jumlah unggas

Tabel 3. Unit kebutuhan air untuk peternakan

Sumber: Technical Report National Water Resources Policy tahun 1992 dalam SNI, 2002

e.    Kebutuhan air untuk Industri
Kebutuhan air untuk industry merupakan kebtuhan untuk kegiatan produksi meliputi bahan baku, pekerja, industry dan kebutuhan pendukung industry lainnya (Gunawan, 2008). Menurut  Erwan dkk (1996) dalam SNI 2002, untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industry diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka prediksi penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari atau 500 lt/hari/karyawan (Nippon Koei, 1995 dalam SNI, 2002).
Tabel 4. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri

Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-faktor yang ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin banyak, hal ini juga dipengeruhi oleh jenis industri yang diusahakan misalnya industri sedang minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar minuman ringan.

Tabel 5 Standar kebutuhan air untuk berbagai sektor
Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2002

C.    KESIMPULAN
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Adanya pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal serta berwawasan lingkungan diharapkan kebutuhan manusia dapat terpenuhi tanpa mengganggu kesimbangan alam dan ketersediaan air terjaga sehingga air dapat dimanfaatkan secara lestari. Ketersediaan akan berbenturan dengan kebutuhan, maka selayaknya fungsi manajemen kebutuhan sangat penting untuk dilakukan sperti dalam manajemen air untuk irigasi, industry, peternakan, irigasi, perikanan serta pemanfaatan lain yang juga harus diperhatikan.

D.    DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Penyusunan neraca sumber daya Bagian 1: Sumber daya air spasial .Standar Nasional Indonesia, SNI 19-6728.1-2002

Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006.  Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa. Laporan Akhir: Jakarta

Gunawan, Randi.2008. Analisis Sumberdaya Air Daerah Aliran Sungai Bah Bolon Sebagai Sarana Pendukung Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Simalungun Dan Asahan. Wahana Hijau Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Vol. 2 No. 1 Agustus 2008.

Jasrotia,A. S, Abinash Majhi, Sunil Singh. 2009. Water Balance Approach for Rainwater Harvesting using Remote Sensing and GIS Techniques, Jammu Himalaya, India. Water Resour Manage (2009) 23:3035–3055 .DOI 10.1007/s11269-009-9422-5

Sutawan, Nyoman . 2001. Pengelolaan Sumberdaya Air Untuk Pertanian Berkelanjutan Masalah Dan Saran Kebijaksanaan. Seminar ”Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Tanah dan Air yang Tersedia untuk Keberlanjutan Pembangunan, Khususnya Sektor Pertanian”,  Fakultas Pertanian Universitas Udayana pada tanggal 28 April 2001

Yulistiyanto, Bambang dan Kironoto, BA. 2008. Analisa Pendayagunaan Sumberdaya Air Pada WS Paguyaman dengan RIBASIM. Media Teknik No 2 Tahun XXX Edisi Mei 2008 ISSN 0216-3012